Pernah anda berfikir tujuan anda kuliah? tentu sudah berakar
pada milyaran cabang dendrit yang dititipkan Allah pada anda. entah semenjak
anda duduk di bangku sekolah dasar, menengah dan atas. beragam memang tujuan
yang ingin anda capai, ada yang ingin jadi guru, dokter, ilmuan, perawat,
pilot, bahkan ada yang ingin jadi pesiden.
Terlepas dari hal diatas, untuk mencapai tujuan (cita-cita
masa kecil) anda itu, tentu harus melalui jenjang-jenjang penddikan tinggi.
walaupun ada yang tidak melulu harus dengan cara menghabiskan waktu dikampus
untuk mencapai cita-cita masa kecil itu, tapi pada hakikatnya kita tetap harus
belajar.
Dalam proses pembelajaran inilah cita-cita masa kecil kita
akan disepak, ditendang, diterajang, dan dibumihanguskan di arena perkuliahan.
mau tidak mau dan suka tidak suka, anda akan merasakan betapa beratnya menjadi
seorang “agent of change” dan seiring perjalanan waktu, rasa jenuh, bosan,
capek, letih, akan dunia kampus akan menghinggapi anda. tentu saja efeknya
ingin menyelesaikan studi secepat mungkin dan dengan cara apapun. salah satunya
“membeli skripsi”.
Apalah jadinya bila mahasiswa indonesia melakukan hal
seperti itu. sungguh sebuah idikator kegagalan proses pembelajarannya di
kampus. namun, ini tidak melulu merupakan kesalahan anda sendiri, beberapa
faktor yang mungkin menyebabkan anda harus melakukan hal seperti itu. misalnya
desakan orang tua, pekerjaan, atau mungkin desakan dari pihak luar.
bila hal ini terjadi, indikasinya anda mulai tertular
penyakit gelarisme. penyakit yang sekarang sedang mewabah dikalangan mahasiswa.
penyakit baru yang belum terdaftar pada ilmu kedokteran. kenapa? karena
penyakit ini menyerang ideologi mahasiswa. tanpa anda sadari, cita-cita masa
kecil anda yang telah diandaikan sejak dulu bergeser sedikit demi sedikit.
cita-cita yang humanis mulai berganti menjadi hasrat individu, ironis
memang. Tapi begitulah faktanya.
Nah mari kita berandai sejenak. Setelah selesai kuliah apa
yang akan kita kerjakan? Tentu terbayang keinginan-keinginan lain setelah
cita-cita masa kecil tercapai. sebagai kodrat manusia adalah bekerja, berumah
tangga, membahagiakan diri dan orang tua setelah mengorbankan waktu, tenaga,
dan materi di jenjang perkuliahan.
Ibunda penulis sering bertanya. “bang kapan selesai bang?
Bulan sekian ada pendaftaran PNS tuh, cepat-cepatlah selesai kuliah terus
daftar, untung-untung diterima kan”. Mungkin disinilah asal muasal PNSisme
mewabah di masyarakat. Berawal dari terkontaminasinya orang tua yang kemudian
menularkannya kepada sang anak. Betapa begitu agungnya seorang pegawai negeri
ketimbang seorang penjual nasi goreng di masyarakat kita. Betapa PNSisme
diperebutkan oleh mayoritas sarjana muda kita dewasa ini.
Bisa dikatakan inilah profesi yang paling diperebutan oleh
sarjana muda sekarang. Konon dahulu, pekerjaan menjadi seorang pegawai negeri
kebanyakan orang menolak, karena mereka berpendapat menjadi seorang pegawai
merugikan diri, bergaji kecil dan sebagainya. Tapi sekarang, kebanyakan orang
malah berebut. Tengok saja setiap ada pembukaan di instansi tertentu, yang
mendaftar dan mengikuti tes ribuan orang, tapi kuota yang tersedia hanya
ratusan atau bahkan puluhan.
Kesejahteraan finansial yang terjamin. Mungkin inilah salah satu tawaran PNSisme kepada pemujanya. Bila hal ini yang menjadi tolok ukurnya, berwirausaha bisa lebih kaya dari pegawai negeri. Banyak wirausahawan diluar sana yang punya mobil, rumah mewah, kocek tebal, dan sebagainya. Kalau mau matre jangan alang-alang. Pada skup yang berbeda wirausaha turut andil dalam mensejahterakan masyarakat, membuka lapangan kerja baru, urgensinya adalah mengurangi jumlah pengangguran yang menjadi salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara.
Kesejahteraan finansial yang terjamin. Mungkin inilah salah satu tawaran PNSisme kepada pemujanya. Bila hal ini yang menjadi tolok ukurnya, berwirausaha bisa lebih kaya dari pegawai negeri. Banyak wirausahawan diluar sana yang punya mobil, rumah mewah, kocek tebal, dan sebagainya. Kalau mau matre jangan alang-alang. Pada skup yang berbeda wirausaha turut andil dalam mensejahterakan masyarakat, membuka lapangan kerja baru, urgensinya adalah mengurangi jumlah pengangguran yang menjadi salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara.